KUKAR – Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Muhammad Samsun menanggapi aksi penolakan warga atas perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) CV Sanga-Sanga Perkasa yang berdampak pada banjir lumpur di Kecamatan Sangasanga Dalam Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) beberapa waktu lalu.
“Beberapa tahun terakhir saya menerima aduan masyarakat lagi, karena pertambangan CV Sanga Sanga Perkasa (SSP) tetap beroperasi padahal izin usaha seharusnya telah berakhir,” ungkap Samsun, Selasa (21/2/2023).
Ia mempertanyakan kenapa bisa ada pengeluaran izin tanpa rekomendasi dari bawah, ini hal aneh karena seharusnya ada rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kukar, jika ditelusuri DLH Kabupaten jelas tidak memberikan dukungan untuk perpanjangan IUP CV SSP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Diakuinya, memang perpanjangan IUP tanpa melalui persetujuan DPRD, namun ini dapat dikatakan sebagai temuan DPRD Kaltim bahwa ada IUP yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat tanpa koordinasi dengan Pemerintah Daerah.
“Ini sebagai temuan bahwa perpanjangan IUP CV SSP di RT 24 Sanga-Sanga Dalam, tanpa seizin pemerintah daerah, sebab DLH Kukar jelas menolak perpanjangan izin itu bahkan bukan itu saja, masyarakat setempat pun menolak dan mempertanyakan keluarnya izin baru tersebut,” imbuh Samsun.
Lanjut, Samsun, pihaknya di DPRD akan mengusut tuntas kejelasan perpanjangan IUP CV SSP di Sanga Sanga Dalam, Kabupaten Kukar.
Sementara Sekretaris RT 24 di Kecamatan Sangasanga Dalam, Dasi membenarkan bahwa di wilayahnya memang kerap dilanda banjir lumpur. Kalau dirunut bencana tersebut datang sejak kehadiran CV Sanga Sanga Perkasa (SSP) kurang lebih sekitar 10 tahun terakhir karena melakukan aktivitas pertambangan.
Menurutnya, jika perusahaan berbentuk CV tentunya hanya diberikan izin produksi di bawah 100 hektare dan menurut SK yang pihaknya ketahui, masa Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik CV SSP telah berakhir sejak 2014.
Namun produksi pertambangan kembali dilanjutkan pada tahun 2018 hingga saat ini. Karena menurut CV SSP sendiri mereka telah mengantongi IUP berdasar Dinas ESDM Kaltim yang kewenangan saat itu memang berada di Pemerintah Provinsi. Meski pada tahun 2020 terdapat aturan baru yakni kewenangan pindah ke Pemerintah Pusat.
Sedangkan, dalam proses perpanjangan izin ini pemerintah dinilai kerap kurang melakukan kajian mendalam dan hanya mengacu pada berkas yang ada.
Mestinya dalam proses perpanjangan izin tetap mengacu pada aturan berlaku, misalnya tiga bulan sebelum izin habis, harus mengajukan perpanjangan jika memang ingin diperpanjang.
“Tetapi ini tidak, tiba-tiba saja izin diperpanjang tanpa melakukan kajian mendalam di lapangan. Apalagi konsesi tambang ini begitu dekat dengan pemukiman warga dan tidak memberikan keuntungan,” ungkap Dasi.
Ia meyakini aktivitas pertambangan CV SSP tidak dilakukan kajian lapangan mendalam, karena masyarakat setempat termasuk pihak Kecamatan dan Pemerintah Daerah (DLH Kabupaten) setempat dengan keras menolak,” tutupnya. (Rahma/ADV/DPRD Kaltim).