KanalAnalisis.com, Jakarta – Seorang anggota polisi yang diketahui bernama Aipda M alias D diduga berkaitan dengan kasus jaringan jual beli ginjal Internasional jaringan Kamboja merupakan salah satu anggota Polres Metro Bekasi Kota.
Kombes Hengki Haryadi sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya membenarkan hal tersebut. Dilansir dari Liputan6.com.
“Ada, anggota Polres Bekasi Kota,” kata Hengki Haryadi, Jumat (21/7/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko selaku Kabid Humas Polda Metro Jaya mengungkapkan, Aipda M alias D sekarang ini sedang menjalani pemeriksaan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya. Aipda M alias D akan terjerat sanksi pidana dan kode etik Polri
terkait kasus sindikat jual beli ginjal ini.
“Tentu langkah-langkah pidana disertai dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Propam, nantinya,” ujar Trunoyudo.
Trunoyudo belum dapat memberikan penjelasan terkait sanksi etik yang Aipda M alias D terima. Trunoyudo berpendapat bahwa, proses sidang yang akan menentukan sanksi etik yang akan diterima oleh Aipda M alias D.
“Itu melalui mekanisme, saya tidak bisa mendahului. Karena itu ada mekanisme proses sidang, tentu melalui mekanisme proses sidang dulu,” katanya.
Diketahui, Aipda M alias D yang merupakan seorang anggota Polri diduga telah berperan serta pada kasus jual beli ginjal Internasional jaringan Kamboja. Kawasan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat menjadi saksi bisu terbongkarnya perdagangan ginjal tersebut.
Para tersangka diduga merasa tertipu oleh Aipda M alias D dengan alasan ia akan memberikan pengamanan apabila kasus tersebut terbongkar. Melalui tipu dayanya, Aipda M dapat mengantongi uang hingga ratusan juta.
“Yang bersangkutan menerima uang sejumlah Rp612 juta ini, menipu pelaku-pelaku menyatakan yang bersangkutan bisa urus agar tidak dilanjutkan kasusnya,” kata Kombes Hengki Haryadi selaku Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada konferensi pers, Kamis (20/7/2023).
Hengki juga mengatakan bahwa Aipda M alias D mempunyai peran untuk mencegah proses penyidikan.
“Dengan cara suruh buang handphone, berpindah tempat, yang pada intinya menghindari pengejaran pihak kepolisian,” katanya.
Selain anggota Polri, seorang pegawai Imigrasi berinisial AH juga terseret dalam kasus tersebut. AH diduga bertindak dengan cara membebaskan korban ketika proses pemeriksaan imigrasi di Bandara Ngurah Rai Bali.
“Dalam fakta hukum yang kami temukan yang bersangkutan menerima uang Rp3,2 juta sampai Rp3,5 juta dari pendonor yang diberangkatkan dari Bali,” ujar Hengki.