Samarinda– Forum anak Kaltim, menyorti sejumlah perusahaan di Kaltim yang masih memperkerjakan anak di bawah umur.
Diketahui, Usia bagi para pekerja telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 pasal 68 tentang ketenagakerjaan.
Dalam pasal 68 itu telah ditegaskan bahwa anak dibawah umur dilarang untuk bekerja, tepatnya bagi mereka yang berusia masih di bawah 18 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur Agiel Suwarno juga turut menyoroti hal tersebut.
Forum anak Kaltim menginginkan pihak terkait (Dinas Sosial, Dinas KP3A, serta Aparatur Penegak Hukum) untuk melakukan razia dan pendampingan bagi pekerja dibawah umur, serta penelusuran dan menindak tegas terhadap pihak-pihak yang mempekerjakan anak sesuai undang-undang yang berlaku di negara RI.
“Di Kaltim ini masih ada perusahaan yang mempekerjakan anak dibawah umur, seperti di Kutai Timur beberapa waktu lalu, bahkan anaknya sampai meninggal. Ini tentu melanggar aturan,” kata Agiel Suwarno, Kamis (11/5/2023).
Politikus PDI Perjuangan ini pun mendukung penuh terkait aspirasi forum anak Kaltim yang telah menyuarakan persoalan tersebut kepada pemerintah.
Menurut Agiel, aspirasi tersebut sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan anak Kaltim kedepannya dalam menghadapi persaingan kerja, apalagi salah satu syaratnya harus memiliki pendidikan yang mumpuni.
“Saya sepakat dengan aspirasi itu. Perlu diingat bahwa tantangan kedepannya luar biasa sulitnya, kalau nggak terbiasa dari sekarang menjadi tenaga kerja yang terdidik dengan pendidikan yang cukup, maka bisa dipastikan berapa tahun kemudian pasti akan tertinggal, apalagi dengan adanya IKN (Ibu Kota Negara) di Kaltim,” ungkap Agiel.
Agiel pun meminta dinas terkait agar menindak tegas terhadap perusahaan yang mempekerjakan anak dibawah umur.
“Jadi kalau ada perusahaan yang mempekerjakan anak di bawah umur itu harus ditindak tegas dan dinas terkait harus melakukan upaya itu. Artinya kalau memang waktunya mereka harus sekolah kenapa harus dipekerjakan, kasian masa depan mereka,” tegasnya.
Agiel pun mengakui, bahwa masih adanya persoalan tersebut juga disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat terutama terkait pendidikan orang tua yang belum mumpuni.
Sehingga anak dipaksakan untuk bekerja bahkan menjadi penopang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
“Ini juga terkadang karena pendidikannya minim dan orang tuanya juga tidak punya pendidikan yang cukup sehingga seolah-olah anak ini dipekerjakan untuk membantu kebutuhan ekonomi keluarga,” ujarnya.
“Seharusnya ini tidak terjadi, kalau ini terjadi maka pemerintah daerah melalui dinas terkait harus bisa mencegah itu, mengembalikan mereka ke kondisi awal, kalau memang mereka mau sekolah ya harus disekolahkan,” tambahnya.
Agiel berharap agar persoalan tersebut tidak terus-menerus terjadi di Kaltim, sehingga generasi Kaltim kedepannya betul-betul memiliki pendidikan yang mumpuni serta mampu memenangkan persaingan di masa mendatang.
“Saya juga berharap juga SMKN/SMAN yang menjadi kewenangan Pemprov Kaltim di daerah itu harus punya kualitas yang sama dengan di kota seperti di Samarinda, Balikpapan. Jangan sampai Jomblang. Kan kita hari mengalokasikan anggaran 20 persen untuk pendidikan, harus sesuai kemudian beasiswa juga harus dapat,” tegasnya. (Andra/adv/DPRD Kaltim).