Tenggarong — Di tengah meningkatnya volume sampah dan keterbatasan pengelolaan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS), Tenggarong Seberang menyiapkan langkah revolusioner: pengolahan sampah mandiri berbasis teknologi. Kecamatan ini tengah merancang strategi baru yang melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam mengelola limbah menggunakan incinerator modern.
Camat Tenggarong Seberang, Tego Yuwono, menegaskan bahwa pendekatan ini dirancang untuk menjawab tantangan klasik dalam pengelolaan sampah di wilayahnya — dari keterbatasan lahan, lokasi TPS yang tidak ideal, hingga minimnya efisiensi operasional.
“Dengan incinerator, pengolahan sampah bisa langsung dilakukan di desa. Tidak perlu TPS lagi. Ini solusi yang realistis dan mandiri, karena desa bisa mengelola limbahnya sendiri melalui BUMDes,” ujarnya, Kamis (13/3/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Incinerator adalah alat pemusnah sampah berbasis pembakaran bersuhu tinggi yang mampu mengurai limbah padat dengan cepat dan efisien. Tego menilai alat ini tidak hanya praktis, tetapi juga bisa menjadi sumber pendapatan baru jika dikelola dengan baik melalui skema usaha BUMDes.
“Mesinnya sudah banyak tersedia, tinggal kita pastikan spesifikasi yang cocok dengan kapasitas desa dan harganya terjangkau,” tambahnya.
Solusi ini muncul sebagai respons atas beragam kendala pembangunan TPS. Lokasi TPS yang ideal harus jauh dari permukiman dan tidak berada di area resapan air, serta berada di bawah kewenangan penuh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK). Faktor-faktor ini sering memperlambat realisasi proyek TPS di desa.
“Kita ingin keluar dari ketergantungan terhadap TPS. Dengan pendekatan baru ini, desa bisa langsung mengelola dan menyelesaikan masalah sampahnya sendiri,” jelas Tego.
Saat ini, kecamatan bersama tim teknis tengah melakukan kajian mendalam terkait spesifikasi teknis, harga, dan skema operasional incinerator untuk desa. Selain aspek teknis, mereka juga mengevaluasi potensi pelatihan dan pendampingan bagi BUMDes agar mampu mengelola alat ini secara optimal.
Langkah ini dipandang sebagai model baru pengelolaan lingkungan berbasis desa yang berkelanjutan. Dengan partisipasi aktif masyarakat dan penguatan kelembagaan BUMDes, Tenggarong Seberang berambisi menjadi pionir dalam penerapan teknologi modern dalam tata kelola sampah di Kutai Kartanegara.
“Kami ingin menciptakan sistem yang efisien, mandiri, dan berdampak nyata. Ini bukan sekadar soal pengolahan sampah, tapi juga soal membangun ekosistem desa yang berdaya,” tutup Tego.
Jika berhasil diterapkan, inisiatif ini bisa menjadi role model nasional dalam transformasi pengelolaan sampah desa berbasis teknologi dan pemberdayaan ekonomi lokal. (adv)